KH. Abdul Majid, dari Petir-Serang, saat foto bersama rekannya. (Dok.Pribadi). |
Waktu itu, saya duduk di semester lima, di mana sepulang
kuliah berinisiatif untuk melakukan penelitian lapangan sendiri, mulai dari
melacak, menyusuri, mewawancara secara mendalam, sampai pada proses penulisan
hasil penelitian itu. Inisiatif itu saya lakukan hampir dalam kurun waktu satu
bulan, hingga terkumpullah tiga biografi singkat tokoh agama atau ulama di
daerah Banten, yaitu KH. Abdul Majid Petir, Serang, KH. Ahmad Sayuti,
Karangtanjung, Pandeglang, dan KH. Muhammad Halimi, Ciherang, Pandeglang.
Sendiri? Ya, penelitian itu saya lakukan semata kehendak diri
sendiri, niat itu muncul setelah saya membaca buku biografi ulama Banten, karya
pengurus dan relawan Laboratorium Bantenologi. Namanya sendiri, jadi musti berkorban
segala hal, tanpa terbersit akan ada upeti yang akan didapat, pokoknya kehendak
kala itu hanya ingin belajar meneliti dan bersilaturahmi dengan anak cucu kiyai.
Sehingga, cara yang dilakukan untuk bisa berjalan adalah dengan mengurangi
hasrat untuk jajan saat kuliah. Tapi, itu membuat saya puas, karena dengan
meneliti biografi tokoh agama, saya bisa bercengkrama dengan hangat bersama
anak cucu kiyai kadang sampai larut malam. Ya, tentu ini menjadi pengalaman yang berharga.
Walaupun ada saja, yang menolak untuk diwawancara mengenai biografi, karena ia
sudah menerima pesan dari mendiang kiyai yang dimaksud. Lagi-lagi, tidak
menjadi halangan, toh kala itu dalam rangka silaturahmi, kan?
Setiap saya bertemu dan mengutarakan maksud
kedatangan, saya selalu menyelipkan kata bahwa hasil tulisan akan dicetak
menjadi buku atau kumpulan para biografi ulama. Padahal, perkataan itu tidak
dibarengi dengan peluang, hanya bermodal keyakinan. Alhamdulillah, itu
membuat narasumber mau untuk memberikan informasi dan data yang ada. Walau
demikian, saya pun akan bertanggungjawab atas segala konsekuensi.
Lalu, setelah rampung ditulis, data tersebut saya serahkan kepada Dr. Ayatullah Humaeni, MA, salah satu pengurus Lab. Bantenologi untuk meminta koreksi.
Lalu, setelah rampung ditulis, data tersebut saya serahkan kepada Dr. Ayatullah Humaeni, MA, salah satu pengurus Lab. Bantenologi untuk meminta koreksi.
Akhirnya, 2015 akan segera berakhir, seperti biasanya Laboratorium Bantenologi akan membuat Bulletin tahunan. Kemudian, para pengurus Laboratorium Bantenologi memutuskan untuk menuliskan dua profil relawan kala itu. Tanpa
disangka, kehadiran saya di sana membuat pengurus Laboratorium Bantenologi tertarik
untuk memilih saya. Kontan, dalam wawancara waktu itu yang dilakukan oleh Ade
Jaya Suryani, MA, ia bertanya soal kegiatan yang saya lakukan sepulang kuliah
dan cita-cita. Pertanyaan itu, tentu mendorong saya untuk mengutarakan apa yang
saya alami kala meneliti biografi ulama seperti di atas. Setelah itu, terbitlah
Bulletin Laboratorium Bantenologi, di mana satu halaman memuat profil saya. Rasanya
sesuatu, bukan apa-apa, saya masih terpikirkan bahwa saya berjanji kepada pada
anak kiyai untuk mencetak hasil penelitian itu.
***
Waktu terus berjalan, semester semakin tua, janji itu belum
terwujud, saya juga belum berani untuk berkunjung kembali ke rumah mendiang
para kiyai. Dan pada awal 2016, Dr. Ayatullah Humaeni, MA, memberi kabar baik
pada saya, bahwa Provinsi Banten sedang ada program membuat ensiklopedia
kumpulan biografi ulama, ia pun menyarankan saya untuk mengirimkan naskah
biografi yang sudah saya tulis kala itu, karena selain tulisan itu akan dimuat,
juga akan ada profit yang saya dapatkan. Ya, pikirku mungkin ini jawaban dari
uang jajan yang aku sisihkan dulu. Namun demikian, setelah beberapa bulan,
pihak provinsi belum saja memberi kabar. Kemudian, Dr. Ayatullah Humaeni, MA,
memberi kabar bahwa soal pengiriman naskah penelitian bigorafi itu gagal. Ia
berkata bahwa pihak provinsi menolak, karena saat mengirim naskah sudah
melampaui batas waktu. Ya, ya, ya!
***
Lalu, di awal 2017, Dr. Ayatullah Humaeni, MA, berkunjung ke
Litbang pusat untuk mengurus izin penelitiannya ke daerah Lombok bersama rekan
relawan. Sepulang dari sana, ia diberikan buku cetakan Litbang, di antaranya
buku berjudul Pemuka Agama Nusantara sebanyak tujuh jilid.
Melihat buku baru, saya dan relawan yang lain langsung
menyerbu, membaca dan mendiskusikannya. Mengulas beberapa hal pada tulisan
dalam buku-buku tesebut. Dalam buku berjudul Pemuka Agama Nusantara itu,
terapat nama Andri Firmansyah dalam daftar kontributor. Namun demikian, kami
semua tidak berpikir sama sekali bahwa nama yang dimasud adalah saya. Kenapa?
Karena, kabar terakhir upaya yang saya lakukan untuk dapat menyetak tulisan itu
menjadi buku, gagal. Ya, diskusi pun berjalan dengan asyik. Di antara relawan,
sempat menuliskan semua ulama yang berasal dari Banten dalam buku itu. Alhasil,
setelah dicek, ternyata tulisan yang saya buat dan kirimkan ke pihak Provinsi
Banten pun dimuat dalam buku itu. Tidak hanya saya, karya para pengurus pun
termaktub di dalamnya.
Tapi, mereka tampak kecewa melihat hal itu, tidak seperti apa
yang saya rasakan. Kenapa? Karena dalam buku itu, karya mereka dipalsukan oleh
pihak yang tidak bertanggungjawan dengan tidak menyantumkan biodata mereka. Ya,
tentu dalam lingkungan akademik, hal tersebut merupakan pelanggaran. Jangankan
memberikan profit dari karya itu, tetapi lebih parah lagi melanggar hak cipta.
Sebetulnya, saya pun merasakan hal demikian, tapi hanya sebatas satu sisi saja, apa?
Benar sekali, saya tidak mendapatkan pfofit. Tidak dengan hak cipta, karena
dalam tulisan itu mencantumkan nama saya dalam daftar distributor dan biodata
pada akhir tulisan.
Dari tujuh jilid yang ada, karya saya termuat ditiga jilid,
yaitu di jilid 1 halaman 220, KH. Abdul Majid, pada jilid 2 halaman 732, KH.
Ahmad Sayuti, dan terakhir dalam jilid 5 halaman 2273, memuat KH. Muhammad Halimi.
Alhamdulillah, niat saya dalam menorehkan sejarah lisan
menjadi tulisan sudah terwujud, ya walaupun hanya secuil. Lebih dari itu, janji
saya kepada anak-anak kiyai sudah terpenuhi, dalam waktu dekat saya akan
berkunjung ke rumah mereka untuk silatuahmi dan memberi kabar baik ini. Terima
kasih.
Akhirnya, ada beberapa pesan yang saya dapat setelah melalui
proses yang cukup panjang itu, di antaranya tulislah semua peristiwa yang
terjadi dalam hidup, terutama hal yang dapat memberikan motivasi dan inspirasi
bagi sesama. Lalu, dalam berkarya, jangan berharap materi terlebih dahulu.
Namun, berharaplah agar karyamu dapat bermanfaat untuk banyak orang. Kemudian, Jika
sudah mendapat teori ilmu, maka segeralah praktikkan agar sempurna dan berdaya
guna. Terakhir, hati-hati dalam mengirimkan karya, jangan sampai jatuh pada
tangan jahil yang tidak bertanggungjawab, karena karya itu akan disalahgunakan. Apa pesan Anda?
Saya cicit nya kh tubagus abdul majid bin thohir
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung, salam untuk keluarga besar. Mohon maaf tulisan saya belum lengkap, semoga keluarga dapat membantu melengkapi.
Hapus